Jika saudara/i meng-copy blog ini dan menaruhnya di blog/laman saudara/i, kiranya alamat blog ini dicantumkan untuk menghindari plagiat. Terimakasih.

Sabat, 25 Mei 2013


"Dan semua malaikat berdiri mengelilingi takhta dan tua-tua dan ke­empat makhluk itu; mereka tersungkur di hadapan takhta itu DAN ME­NYEMBAH ALLAH, sambil berkata; 'Aminl Puji-pujian dan kemuliaan dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan (ktn kekuatan bagi Al­lah kita sampai selama-lamanya! Amin (Wahyu 7:11,12).
Seminari tempat saya bekerja mengadakan retreat tahunan ke daerah pedesaan, mendengarkan beberapa hal dari seorang pembicara utama yang diundang khusus, dan pada umumnya bercengkerama saling menguatkan persahabatan satu sama lain. Beberapa pasangan dewasa biasanya ikut de­ngan kami untuk mengurus anak-anak mereka. Menjelang penutupan sebuah retreat dua belas tahun yang lalu, pemimpin dari program anak-anak menda­tangi saya dan berkata, "Saya dengar Anda menyekolahkan anak-anak Anda di rumah." Saya jawab, "Ya."                                                                      *
"Apakah kalian mengajar tingkat master?" tanyanya {anak tertua kami ke­tika itu berumur 10 tahun). "Apakah maksud Anda?" saya bertanya bingung.
"Anak Anda yang berumur 10 tabun selalu memberikan jawaban yang se­tara dengan tamatan sabana setiap kali pertanyaan Alkitab ditanyakan," dia menjawab. "Saya tidak percaya dia baru berumur 10 tahun." Jawaban itu se­perti musik buat hati seorang ayah. "Oh, satu lagi yang perlu Anda tahu," lan­jutnya. "Saya bertanya kepada anak-anak siapa pahlawan mereka, seseorang paling hebat yang mereka tahu, dan kebanyakan anak menjawab atlet atau bintang film. Tetapi putri Anda menjawab, "Ayah saya!"
Pernyataan itu menembak seperti peluru ke dada saya. Apakah Anda pikir saya bangga? Tidak sama sekali. Saya malah merasa malu dan tidak layak atas pujian demikian. Tetapi hal terbaik dari hal itu adalah bagaimana hati saya terikat pada putri saya. Saya sangat mencintainya. Saya tidak ingin mengece­wakan dia* Rasa cinta yang mendalam dari dirinya terhadap saya merupakan makanan bagi jiwa saya. Tidak ada yang dapat menggantikannya.
Manusia terkadang bertanya-tanya mengapa Allah "menuntut" perbakti- an» Apakah Dia perlu disembah-sembah supaya merasa senang? Tidak, Dia menginginkan penyembahan kita sama seperti seorang ayah menginginkan anaknya bangga dan mencintainya. Allah dapat mengurus diri-Nya, tetapi Dia memiliki hati yang lembut. Kasih-Nya kepada manusia membuat Dia ing­in agar manusia juga mengasihi Dia. Dia seperti seorang ibu yang senang keti­ka menerima setangkai bunga dari anaknya. Seorang berpenyakit kusta yang kembali mengucapkan terima kasih, satigat menggugah perasaan Yesus.
Ya, Allah menginginkan penyembahan kita, karena Dia telahr menempat­kan hati-Nya kepada kita umat-Nya. Dia memerlukannya, karena kasih kita sangat berarti untuk Tuhan. Sepejti Agustinus pernah berkata» "Allah ingin menjadi yang diinginkan."61
Tuhan, aku merasakan kegembiraan-Mu ketika aku datang kepada-Mu da­lam doa dan penyembahan. Aku akan membuat Engkau yang terutama.

No comments:

Post a Comment